Selasa, 07 Juni 2011

Tafsir Ayat 5 Surah Al-Fatihah

5). Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.

Menyembah artinya ketundukan dan kepatuhan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran dan keagungan yang disembah. Perasaan itu muncul karena ada keyakinan bahwa yang disembah itu mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap diri penyembah meskipun ia tidak mengetahui hakikat yang disembah karena keterbatasan pikirannya. Berbeda halnya dengan orang yang tunduk dan patuh kepada seorang penguasa. Ia tidak dikatakan menyembahnya karena jelas ketundukan dan kepatuhannya bukan karena adanya keyakinan bahwa sang penguasa mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadap dirinya, akan tetapi karena ia takut akan kezalimannya atau karena mengharap kebaikannya saja.
Bentuk dan tata-cara ibadah berbeda antara satu agama dengan agama yang lain dan dari masa ke masa. Namun semuanya bertujuan untuk mengingatkan manusia terhadap kekuasaan yang mutlak tersebut dan untuk membentuk akhlak serta kepribadian yang terpuji. Sebagai contoh ibadah shalat yang tujuan perintahnya antara lain adalah mencegah dari perbuatan yang keji dan munkar. Apabila pelaksanaan shalat tersebut tidak menghantarkan pelakunya kepada tujuan di atas maka shalat yang ia kerjakan hanya merupakan gerakan fisik dan ucapan lisan yang hampa dari ruh dan hakikat shalat sebenarnya. Demikian pula puasa yang diperintahkan antara lain untuk membentuk pribadi muslim yang bertakwa. Apabila pelaksanaan ibadah puasa tidak menyampaikan pelakunya kepada tujuan di atas maka ia tidak akan memperoleh sesuatu dari puasanya selain rasa lapar dan haus saja.
Pada ayat di atas Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk menyembah hanya kepada-Nya, karena hanya Dia-lah penguasa mutlak. Demikian pula Allah memerintahkan mereka untuk meminta pertoloangan hanya kepada-Nya, karena hanya Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Setiap perbuatan keberhasilannya tergantung kepada hubungan kausalitas antara sebab dan akibat yang diciptakan oleh Allah swt. Manusia diberikan kemampuan untuk mengupayakan sebagian dari sebab-sebab tersebut. Seperti melakukan pengobatan bagi orang yang sakit, mempersiapkan senjata dan kekuatan untuk menghadapi musuh, menanamkan bibit di dalam tanah dan memberinya pupuk serta menyiraminya dengan air, dan sebagainya untuk mendapat hasil yang memuaskan. Namun di balik sebab-sebab yang nampak ada sebab-sebab yang tidak terjangkau oleh kemampuan manusia. Dalam hal inilah manusia dituntut untuk meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa untuk mencapai keberhasilannya. Dan Allah swt menjanjikan setiap orang yang meminta kepada-Nya pasti Dia akan memberikannya. "Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku"(QS. Al-Baqarah: 186).
Orang yang mencari pertolongan kepada selain Allah, seperti mendatangi makam orang yang saleh dan meminta kepadanya untuk dimudahkan urusannya, atau disembuhkan penyakitnya, atau diselamatkan dari bahaya yang mengancamnya, dan sebagainya orang tersebut telah menempuh jalan yang sesat dan mensekutukan Allah yang termasuk dosa terbesar.
Ayat di atas mengajarkan kita bahwa setiap hamba Allah harus meminta pertolongan hanya kepada Allah ketika hendak melakukan setiap pekerjaan yang di dalamnya terdapat ikhtiar manusia. Tidak akan tercapai secara maksimal pekerjaan yang dilakukan hanya mengandalkan otak dan otot manusia saja. Demikian pula keliru kalau seseorang hanya menunggu pertolongan Allah saja tanpa ada upaya apapun dari dirinya. Keduanya harus dipadukan, yaitu memohon pertolongan Allah dan upaya secara maksimal. Itulah penerapan tawakal yang merupakan bagian dari tauhid dan ibadah murni kepada Allah. Ayat di atas mengandung isyarat pula bahwa sebelum memohon pertolongan kepada Allah dekatkan diri kepada-Nya dengan ibadah dan berbagai amal saleh sehingga pertolongan-Nya akan lebih cepat diberikan.
Di dalam bukunya 'Mencari Tuhan yang Hilang' Ustadz Yusuf Mansur menjelaskan tentang kemusyrikan dan meminta pertolongan kepada selain Allah sebagai berikut: Dalam kehidupan bermasyarakat kita sering menemukan istilah 'pemake'. Orang yang sering pergi ke dukun, paranormal, atau bahkan ke 'kiyai khurafat' bisa dipastikan ia mempunyai 'pemake'. Bentuknya bermacam-macam, bisa berupa jimat, isim, batu, keris, dan sebagainya, hingga potongan kain berisi ayat-ayat Alqur`an yang diyakini dapat membawa suatu kekuatan. Alasan pembenaran pemakaian benda-benda itu adalah sebagai media transfer kekuatan metafisik, selain sebagai media komunikasi dengan Tuhan; "Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih dari syirik. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah berkata: 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (QS. Az-Zumar: 3).
Mereka yang meminta pertolongan kepada selain Allah, atau menggantungkan diri pada ajimat dan benda-benda keramat sesungguhnya hanya melakukan pekerjaan yang sia-sia, membuang-buang uang, tenaga dan pikiran, karena dipaksa harus beli minyak ini, minyak itu, wafak, sabuk, keris, dan segala jimat yang diakuinya sakti. Bahkan kalaupun gagal satu kali orang yang demikian biasanya tetap menjalankan usahanya yang sesat itu hingga berkali-kali. Tanpa disadari, mereka pada saat itu telah menjadi budak dari perbuatan tersebut. Mereka merasa wajib untuk membawa jimat kemanapun mereka pergi. Ditambah lagi perawatan benda-benda itu yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan belum lagi untuk ongkos perjalanan. Jika ternyata yang dituju tidak kesampaian maksudnya, seperti mobilnya yang hilang tidak kunjung ketemu, atau anak dan istrinya yang tidak ketahuan rimbanya tidak kunjung kembali, atau kedudukan yang diincarnya direbut orang, dengan entengnya mereka yang mengajari bilang: "Sabar saja, mungkin Yang Maha Kuasa belum menghendaki, kita bisa apa sih? Semua kan tergantung dari Yang di Atas".
Waaah..... enak benar, sudah gagal nyalahin Allah (baca: mengembalikan lagi kepada Allah). Itulah ulah para penipu, mereka hanya ingin uang. Kemampuannya? Nol besar. "Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan pula penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam mentaati Allah. (QS. Luqman: 33)
Penulis teringat kembali akan pengalamannya. Dulu, ia pernah mengadukan permasalahannya kepada seorang kiyai di daerah Jawa Barat. Kiyai ini diklaim 'ampuh/sakti' oleh orang banyak. Nyatanya, setelah menghabiskan uang banyak, nol besar yang didapatnya. Masalahnya tetap saja tidak berubah, dan akhirnya penulis disuruh tetap bersabar.
Ditamsilkan Allah bahwa perbuatan syirik bagaikan minta pertolongan kepda laba-laba. Coba kita perhatikan sarang laba-laba. Setiap yang datang kepadanya justru akan terjerat, tidak dapat meloloskan diri. Kemudian apa yang terjadi? Mati! Maka demikianlah keburukan menduakan Allah, bahwa perbuatan tersebut kan menimbulkan dampak kerusakan pada kehidupan seseorang, baik si pelaku sendiri maupun orang lain. Dengan kemusyrikan orang akan tega membunuh anaknya sendiri, memorat-maritkan keutuhan keluarga, dan akan membuahkan penyakit dan hal-hal buruk lainnya. "Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS. Al-Ankabut: 41-42)
Jangan bodohlah kita jadi manusia. Masa kita yang berakal ini bisa percaya dengan sesuatu yang tidak berakal? Masa kita yang mengaku manusia, sedang manusia itu lebih mulia, lalu mau saja menghamba pada setan? Kenapa tidak kita hadapkan saja seluruh persoalan hidup kita kepada Yang Maha Memiliki kehidupan?
Berikut ini beberapa ciri yang kerap ditemukan di dalam kehidupan orang-orang yang tenggelam dalam kemusyrikan. Meski demikan jangan juga memvonis bila ada sahabat dan kawan yang juga mengalami beberapa ciri di bawah ini bahwa ia adalah pelaku kemusyrikan. Belum tentu. Situasi yang terjadi pada satu orang belum tentu sama statusnya dengan yang lainnya pada kasus contoh yang sama, sementara yang satu azab, bisa jadi bagi yang lain kasusnya adalah ujian dari Allah. Tapi bolehlah kita berpikir jangan-jangan apa yang kita keluhkan sebagai azab, agar ada koreksi diri. Karena apa yang disebut di sini hanyalah untuk media muhasabah untuk diri kita sendiri. Inilah indikasi pelaku kemusyrikan yang dimaksud (ingat, ini hanya untuk media muhasabah diri).

  1. Kondisi fisik keluarga yang rapuh (diselimuti berbagai penyakit), baik orang tua maupun anak-anaknya. Inilah yang dimaksud dengan 'membunuh anak dan keluarga'. Yakni membuat badan mereka menjadi rentan dengan penyakit, dan lebih sering menjadi yang paling merasakan susahnya (kita yang berbuat syirik, anak dan keturunan yang ikut kena getahnya).
  2. Keluarga terus dihantam persoalan-persoalan yang rumit yang tak kunjung selesai.
  3. Ada kelainan jiwa yang menghantam salah seorang anggota keluarga.
  4. Hubungan suami istri yang tidak harmonis, dan terancam perceraian.
  5. Kemelaratan yang lebih parah dan kesusahan yang hanya bertambah-tambah.
  6. Perasaan haus untuk terus-menerus bergantung terhadap apa yang mereka yakini, sehingga melanggengkan perbuatan kemusyrikan.

Penyebab utama berlakunya ciri-ciri kesusahan di atas karena mereka telah menjauhkan diri dari rahmat Allah, sehingga malah dekat dengan azab.
Penjelasan singkatnya begini, sejatinya Allah 'kan Maha Melindungi; melindungi dari apa saja, di antaranya melindungi dari setiap bahaya yang mengancam. Tetapi begitu Dia mau menolong, Dia melihat kita memiliki tuhan yang lain. Akhirnya Dia biarkan, tidak Dia lindungi.
Saudara…. bila kita sempat dan atau saat ini masih tenggelam dalam kemusyrikan yang kelihatannya samar ini (apalagi kemusyrikan terang-terangan), hendaknya merenungkan hal ini lebih dalam lagi. Karena syirik adalah suatu perbuatan yang sangat berat pertimbangan Tuhan untuk mengampuni ketimbang dosa yang lain. (Lihat QS. An-Nisa: 48)
Untuk Anda yang sudah menggeluti dunia kemusyrikan tetapi belum merasakan azab sebagaimana disinggung di atas bolehlah berpikir; jangan-jangan itu adalah 'kesempatan' yang diberikan Allah agar dosa-dosa kita bertambah, hingga kemudian bertambah beratlah hukuman kita.
Supaya datang pertolongan Allah, bersegeralah melepaskan diri dari perbuatan buruk, dan adakan perjanjian baru dengan Allah melalui pembaharuan syahadat yang kemudian dibumikan dan bertobat.
Ada fenomena menarik (tapi sesat) yang pernah terjadi – dan mungkin masih berlangsung, bahkan dalam bentuknya yang semakin inovatif dan berani- di masyarakat saat ini, yaitu meminta bantuan kepada jin. Motifnya bermacam-macam, mulai dari meminta jaminan keamanan, ilmu kekebalan, membantu kelancaran usaha, mengembalikan keharmonisan rumah tangga, dan sebagainya.
Sebenarnya itulah gambaran kondisi masyarakat kita saat ini yang sedang labil, mudah menerima suatu paham. Sebagian masyarakat kita gampang putus asa dan putus harapan ketika berhadapan dengan permasalahan pelik sehingga dengan mudah menerima suatu hal tanpa menyaringnya terlebih dahulu. Ditambah sebagian masyarakat kita juga lebih senang kepada sesuatu yang serba instan, serba cepat. Kelemahan masyarakat inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk memetik keuntungan. Andai mau sedikit berpikir rasional dan kembali kepada Alqur`an pasti mereka tidak akan mudah terpedaya. "Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan". (QS. Luqman: 22).
Dalam ayat tersebut di atas dinyatakan secara gamblang oleh Allah bahwa ketika gamang, ketika gelisah, ketika susah, dan ketika menghadapi permasalahan maka yang terbaik adalah:

  1. Menyerahkan segala persoalan kepada Allah.
  2. Berbuat kebaikan untuk mengiringi kepasrahan tersebut.

Ada satu hal yang menarik di sini, terutama bagi Anda yang memiliki permasalahan. Menurut ayat tersebut tidak usahlah kita pikir bagaimana jawaban dari permasalahan kita. Biarkan saja. Kadang semakin dipikir semakin runyam pikiran kita. Lakukan saja pengimbangan, lakukan saja penebusan masalah. Yaitu yang pertama dan yang terpenting kita lakukan adalah pasrahkan saja kepada Allah, kemudian melakukan kebaikan yang kira-kira setara untuk menebus dan mengimbangi permasalahan yang terhidang di depan mata. Biasanya memang dengan dua langkah tersebut seseorang akan selamat dari kepanikan dan kekuatiran (karena sudah dipasrahkan kepada Allah permasalahannya). Sudah begitu ia juga punya asuransi keselamatan dan garansi adanya jawaban permasalahan yang dihadapi (karena melakukan kebaikan sebagai penawar keburukan). Dan inilah yang disebut Allah sebagai sebuah pegangan yang teguh (al-'urwatul wutsqa) bagi mereka yang menginginkan sebuah pegangan dalam mengarungi kehidupan. Jadi yang disebut pegangan itu bukanlah barang-barang syirik/perilaku kemusyrikan.
Ketiadaan tauhid yang menyebabkan manusia meminta tolong kepada selain-Nya. Padahal, andai di mungkinkan untuk meminta bantuan kepada jin dan atau bisa mendatangkan kekebalan tentulah Rasulullah yang menjadi orang pertama yang diberi fasilitas tersebut. Kenyataannya gigi beliau pernah tanggal pada waktu perang Uhud. Dan menantu Nabi, yang juga sahabatnya, Imam Ali r.a. terkena panah di bagian perutnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar